MAKALAH KONSEP DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap
individu atau organisasi tidak akan terlepas dari masalah. Masalah pada
dasarnya adalah penyimpangan atau ketidaksesuaian dari apa yang semestinya
terjadi atau tercapai. Kesalahan dalam melakukan identifikasi masalah akan
menyebabkan kesalahan dalam penyelesaiannya. Ada sebuah frase menyatakan bahwa,
jika kita gagal dalam melakukan identifikasi masalah, maka sesungguhnya kita
akan gagal dalam menyelesaikan masalah tersebut. Kesalahan identifikasi
tersebut bisa disebabkan kita salah dalam menafsirkan gejala yang merupakan
akibat dari masalah yang terjadi. Untuk dapat menyelesaikan masalah, maka perlu
dilakukan proses penyelesaian masalah dari mulai mengumpulkan informasi yang
terkait dengan gejala dan masalah yang dihadapi, hingga kepada penyelesaian
masalah yang mungkin dapat dilakukan. Proses tersebut sering kali dinamakan
sebagai proses penyelesaian masalah (problem
solving).[1]
Penyelesaian
masalah sering kali tidak mudah karena berbagai faktor yang terkait dengan
masalah sering kali tidak berpola tunggal, baik yang terkait dengan faktor
penyebab maupun alternatif penyelesaiannya. Tidak berpola tunggal artinya
faktor penyebab dan alternatif penyelesaiannya bisa saja tidak satu. Pertanyaannya
adalah alternatif mana yang akan dipilih. Jawaban atas pertanyaan terakhir
membawa kita kepada sebuah teori dalam penyelesaian masalah yang sering kali
dinamakan sebagai teori pengambilan keputusan. Alternatif yang mana yang akan
kita pilih pada dasarnya mendorong kita untuk mengambil keputusan, karena
keputusan harus diambil agar proses dapat terus berjalan.[2]
Boleh
dikatakan bahwa setiap organisasi yang sukses harus mampu dan mau membuat
keputusan yang memungkinkan organisasi mencapai sasaran dan mencapai kebutuhan
utama anggota organisasi. Bagaimana pun seluruh aktivitas dan fungsi manajemen
pada pokoknya memiliki esensi pengambilan keputusan. Sebab proses perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan semuanya mengandung konsep dan perilaku
pengambilan keputusan. Dijelaskan oleh Adair dalam Susmaini dan Rifa’i, bahwa: the essence of management is decision making”.
Artinya esensi yang sesungguhnya dari manajemen adalah pengambilan keputusan.
Karena itu teori pengambilan keputusan perlu dipelajari dan dipahami oleh para
manajer yang ingin berhasil dalam mengelola organisasi.[3]
Keputusan
pada dasarnya merupakan proses memilih satu penyelesaian dari beberapa
alternatif yang ada. Keputusan yang akan kita ambil tentunya perlu didukung
berbagai faktor yang akan memberikan keyakinan kepada kita sebagai pengambil
keputusan bahwa keputusan tersebut adalah tepat. Keputusan yang tepat pada
dasarnya adalah keputusan yang bersifat rasional, sesuai dengan nurani, dan
didukung oleh fakta-fakta yang akurat, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Kadangkala
keputusan dapat tidak bersifat rasional karena faktor-faktor yang terkait
dengan emosi, hubungan antarmanusia, faktor tradisi, lingkungan, dan lain
sebagainya. Sejauh keputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, biasanya
keputusan tetap akan diambil.[4]
Hemat
pemakalah, pengambilan keputusan akan sangat menentukan keberhasilan suatu
oragnisasi, karena keputusan apa pun yang akan diambil akan mengarahkan
organisasi tersebut mengarah kepada keberhasilan, kurang berhasil, atau mungkin
gagal. Oleh karena pentingnya pengambilan keputusan, maka perlu diberlakukan
suatu pembahasan secara mendalam mengenai pengambilan keputusan yang akan kita
ikuti dalam mata kuliah pengambilan keputusan, agar kita dapat memahami esensi
dari pengambilan keputusan itu sendiri. Selain sebagai kewajiban tugas
kelompok, makalah ini diperbuat bertujuan untuk memberi pemahaman kepada
pembaca, agar mampu memahami konsep dasar pengambilan keputusan secara
sederhana dan jelas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pengambilan Keputusan
Setiap
pemimpin pasti bertanggungjawab terhadap masa depan organisasinya. Untuk itu
tujuan yang telah ditetapkan harus dapat tercapai dengan berbagai aktivitas dan
kebijakan. Salah satu yang harus dilakukan pemimpin dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi adalah pengambilan keputusan.
Untuk
memberikan pemahaman tentang pengambilan keputusan, terlebih dahulu dikemukakan
pengertian pengambilan keputusan. Menurut Robins dalam Mesiono pengambilan
keputusan adalah : “decision making is a
process in which one choose between two or more alternatives”. Pendapat ini
menegaskan bahwa pengambilan keputusan sebagai proses memilih satu pilihan di
antara dua atau lebih alternatif. Pengambilan keputusan adalah menetapkan
pilihan atau alternatif secara nalar dan menghindari diri dari pilihan yang
tidak rasional, tanpa alasan atau data yang kurang akurat. Davis dalam buku
yang sama, mengemukakan suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap
suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan: tentang apa yang
seharusnya dilakukan dan apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan
perencanaan.
Menurut
Mc. Farland decision : “a decision is
anact of choice where in an executive froms a conclusion about what must or
must not be done in a given situation”. (Keputusan adalah suatu tindakan
pemilihan di mana pimpinan menentukan suatu kesimpulan tentang apa yang harus
atau tidak harus dilakukan dalam situasi yang tertentu). Selain itu juga dapat
dipahami bahwa pengambilan keputusan itu tidak terlepas dari upaya memilih
alternatif-alternatif yang tepat untuk situasi tertentu dengan langkah-langkah
tertentu pula.[5]
B.
Sifat
Dasar Pengambilan Keputusan
Dalam
situasi atau manajemen tertentu, suatu keputusan harus mendahului suatu atau semua
pekerjaan. Dengan kata lain, rangkaian pengambilan keputusan merupakan
pekerjaan yang pertama dan paling awal dari sebuah pelaksanaan pekerjaan suatu
organisasi, kelompok, unit atau individu. Bagaimana pun sebuah pekerjaan dalam
pelaksanaannya diawali dari keputusan. Dalam hal ini keputusanlah yang akan
menentukan corak masa depan suatu organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa keputusan akan tetap menjadi sebuah tindakan yang mendahului pelaksanaan
pekerjaan sebab keputusan sebagai pangkal tolak semua kegiatan dan akan
menentukan masa depan organisasi, baik berupa kemajuan, pengembangan atau
mungkin saja kemunduran atau bangkrut akibat salah dalam mengambil keputusan.
Meskipun penuh ketidakpastian, sebuah keputusan dibuat justru bersifat masa
depan dan menjadi panduan dalam menentukan tindakan manajemen dan organisasi.[6] Dengan
begitu, jelaslah bahwa pengambilan keputusan merupakan hal yang penting untuk
dilakukan dalam hubungannya dengan organisasi. Dalam menentukan alternatif
untuk menjadi sebuah keputusan dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan sebelum
jatuh pada sebuah keputusan. Pada kondisi inilah dibutuhkan ketajaman analisis
terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Sehingga pengambilan keputusan itu
memberikan keuntungan-keuntungan dengan kemampuannya dalam memilih dan
menetapkan alternatif.[7]
Salah
satu tolak ukur utama yang biasa digunakan untuk mengukur efektivitas
kepemimpinan seseorang yang menduduki jabatan pimpinan dalam dalam suatu
organisasi ialah kemampuan dan kemahirannya mengambil keputusan. Sondang P.
Siagian mengemukakan bahwa suatu keputusan dapat dikatakan sebagai keputusan
yang baik apabila memenuhi empat persyaratan, yaitu rasionalis, logis,
realistis, dan pragmatis. Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa
efektivitas demikian hanya mungkin dicapai apabila seorang pengambil keputusan
mampu menggabungkan secara tepat tiga jenis pendekatan. Pertama, pendekatan
yang didasarkan pada teori dan asas-asas ilmiah yang telah dikembangkan oleh
para teoritisi yang mendalami proses pengambilan keputusan. Kedua, pendekatan
yang memanfaatkan kemampuan berpikir kreatif, inovatif,, dan intuitif disertai
keterlibatan emosional. Ketiga, kemampuan belajar dari pengalaman mengambil
keputusan di masa lalu, baik karena keberhasilan maupun karena kegagalan.[8]
Banyak
definisi mengenai pengambilan keputusan dalam organisasi. Winardi dalam
Susmaini dan Rifa’i mengemukakan bahwa secara sederhana pengambilan keputusan
adalah adanya kemungkinan pilihan antara dua macam tindakan alternatif. Ivancevic
dan Matteson dalam buku yang sama, menyebutkan ada dua jenis keputusan, yaitu :
1. Keputusan
terpogram, yaitu jika pada situasi tertentu ada prosedur rutin yang biasanya
bekerja dalam memecahkan masalah. Maka keputusan terpogram adalah untuk
memperluas kemampuan organisasi dalam memecahkan masalah dengan adanya
informasi yang mencukupi.
2. Keputusan
tidak terprogram, yaitu bila tidak ada cerita atau informasi tidak terstruktur.
Tidak ada prosedur yang tersusun bagi menangani masalah, juga sebab tidak ada
secara benar-benar sama masalah sebelumnya sehingga sangat rumit dan penting
sekali.[9]
Keputusan
terprogram secara sederhana dapat dikatakan, tindakan menjatuhkan pilihan yang
berlangsung berulang kali, dan diambil secara rutin dalam organisasi. Keputusan
terprogram biasanya menyangkut pemecahan masalah-masalah yang sifatnya teknis
serta tidak memerlukan pengarahan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi.
Karena masalah yang hendak dipecahkan bersifat teknis, biasanya prosedur dan
langkah-langkah yang perlu ditempuh telah dituangkan dalam buku pedoman, yang
biasanya terdapat dalam organisasi yang dikelola secara rapi. Berbeda dengan
keputusan terpogram, keputusan tidak terprogram biasanya diambil dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang baru yang belum pernah dialami sebelumnya,
tidak bersifat repetitif, tidak terstruktur, dan sukar mengenali bentuk,
hakikat dan dampaknya. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan tidak
terpogram biasanya tidak teknis sifatnya. Artinya tidak menyangkut hal-hal yang
sifatnya operasional. Akan tetapi menyangkut kebijaksanaan organisasi dengan
dampak yang strategis bagi eksistensi organisasi yang bersangkutan.[10]
Sering
kurang disadari bahwa tugas utama dari seorang pemimpin adalah mengambil
keputusan. Segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi sebaiknya merupakan
keputusan bersama yang diputuskan oleh pemimpin, bukan karena terjadi secara kebetulan.
Dengan pengambilan keputusan yang tepat, segala pendadakan yang mungkin terjadi
dapat dihindarkan atau dikurangi. Keputusan yang diambil oleh berbagai eselon
pemimpin dalam organisasi tentu mempunyai bobot yang berbeda-beda. Semakin
tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi, semakin besar kualitas keputusan
yang diambilnya meskipun bobot keputusan tersebut sering bersifat umum. Setiap
keputusan yang diambil, baik di tingkat manajemen puncak, tengah, maupun bawah
memiliki beberapa syarat berikut:
1. Keputusan
yang diambil harus mempermudah dan mempercepat pencapaian tujuan.
2. Keputusan
harus tepat sehingga mampu memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh
organisasi.
3. Keputusan
harus cepat diambil untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan terbaik yang
terbuka untuk organisasi.
4. Keputusan
harus praktis, dalam arti dapat dilakukan sesuai dengan kekuatan-kekuatan yang
dimiliki organisasi.
5. Keputusan
harus regional, dalam arti dapat diterima oleh akal sehat dari para pelaksana.[11]
C.
Dasar
Pengambilan Keputusan
1. Pengambilan
Keputusan Berdasarkan Intuisi
Keputusan
yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu
mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Sifat subjektif
dari keputusuan intuitif ini terdapat beberapa keuntungan, yaitu : 1)
Pengambilan keputusan oleh satu pihak sehingga mudah untuk memutuskan. 2)
Keputusan intuitif lebih tepat untuk
masalah-masalah yang bersifat kemanusiaan.
Pengambilan
keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang singkat Untuk
masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan
yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan
keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya,
dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga
hal-hal yang lain sering diabaikan.
2. Pengambilan
Keputusan Rasional
Keputusan
yang bersifat rasional berkaitan dengan
daya guna. Masalah – masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan
pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional
lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur
apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai
masyarakat yang di akui saat itu.
3. Pengambilan
Keputusan Berdasarkan Fakta
Ada
yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh sejumlah
fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah data
dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis
dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan
demikinan, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian
dijadikan dasar pengambilan keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah
fakta, data atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik
dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit.
4. Pengambilan
Keputusan Berdasarkan Pengalaman
Sering
kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat apakah
kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya
ditelusuri melalui arsip-arsip pengambilan keputusan yang berupa dokumentasi
pengalaman-pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah
terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut
sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih sama kemudian
dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul. Dalam
hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan
masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi
pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang
menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat
membantu dalam memudahkan pemecahan masalah.
5. Pengambilan
Keputusan Berdasarkan Wewenang
Banyak
sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan
organisasi mempunyai tugas dan wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka
menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan
efisien. Keputusan yang berdasarkan wewenang memiliki beberapa keuntungan.
Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain : banyak diterimanya oleh bawahan,
memiliki otentisitas (otentik), dan juga karena didasari wewenang yang resmi
maka akan lebih permanent sifatnya. Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata
maka akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik diktatorial.
Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering
melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau
kurang jelas.
BAB III
PENUTUP
Pengambilan
keputusan dalam tinjauan perilaku, mencerminkan karakter bagi seorang pemimpin.
Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah keputusan yang diambil baik atau buruk
tidak hanya dinilai setelah konsekuensinya terjadi, melainkan melalui berbagai
pertimbangan dalam prosesnya. Kegiatan pengambilan keputusan merupakan salah
satu bentuk kepemimpinan, sehingga:
- Teori keputusan adalah merupakan metodologi untuk menstrukturkan dan menganalisis situasi yang tidak pasti atau berisiko.
- Pengambilan keputusan adalah proses mental di mana seorang manajer memperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan hal lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan menganalisis data; manajer secara individual dan dalam tim, mengatur dan mengawasi informasi.
- Pengambilan keputusan adalah proses memilih di antara alternatif-alternatif tindakan untuk mengatasi masalah.
Dengan
demikian, fokus pengambilan keputusan adalah pada kemampuan menganalisis
situasi dengan memperoleh informasi seakurat mungking sehingga permasalahan
dapat dituntaskan.[12]
DAFTAR
PUSTAKA
Ernie T. S. dan Kurniawan S., Pengantar Manajemen, Jakarta: Kencana, 2010.
Susmaini
dan Muhammad Rifa’i, Teori Manajemen
Menuju Efektivitas Pengelolaan Organisasi, Bandung: Citapustaka Media,
2007.
Mesiono, Manajemen
Organisasi, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012.
Sondang
P. Siagian, Teori dan Praktek Pengambilan
Keputusan¸ Jakarta: Toko Gunung Agung, 1987.
Khaerul Umam, Manajemen
Organisasi, Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Veithzal
Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan
Perilaku Organisasi, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
[1]
Ernie T. S. dan Kurniawan S., Pengantar
Manajemen, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 115.
[2]
Ibid., hal. 116
[3]
Susmaini dan Muhammad Rifa’i, Teori
Manajemen Menuju Efektivitas Pengelolaan Organisasi, (Bandung: Citapustaka
Media, 2007), hal. 143-144.
[4]
Ernie T. S. dan Kurniawan S., Pengantar
Manajemen, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 116.
[5]
Mesiono, Manajemen Organisasi,
(Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012), hal. 153-155.
[6]
Susmaini dan Muhammad Rifa’i, Teori
Manajemen Menuju Efektivitas Pengelolaan Organisasi, (Bandung: Citapustaka
Media, 2007), hal. 146-147.
[7]
Mesiono, Manajemen Organisasi,
(Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2012), hal. 153-155.
[8]
Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek
Pengambilan Keputusan¸ (Jakarta: Toko Gunung Agung, 1987), hal. 1.
[9]
Susmaini dan Muhammad Rifa’i, Teori
Manajemen Menuju Efektivitas Pengelolaan Organisasi, (Bandung: Citapustaka
Media, 2007), hal. 145-146.
[10]
Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek
Pengambilan Keputusan¸ (Jakarta: Toko Gunung Agung, 1987), hal. 22-25.
[11]
Khaerul Umam, Manajemen Organisasi,
(Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 141-142.
[12]
Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan
dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 157-158.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar