Pages - Menu

Jumat, 26 April 2013

Peran Motivasi dalam Pembelajaran


PERAN MOTIVASI DALAM PEMBELAJARAN
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Kemauan belajar pada anak tidak dapat tumbuh begitu saja, akan tetapi selalu diberi rangsangan yang mengakibatkan anak tersebut mau melakukannya. Hasilnya selalu tampak bahwa ada orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya sampai batas kemampuan yang ia miliki, disaat yang sama ada anak yang tidak  mau sekolah. Begitu juga halnya dengan pilihan, ada anak yang ingin masuk ke perguruan tinggi dengan program studi yang diinginkannya, sementara orang tua dengan alasan berpengalaman atau kemampuan yang ia dimiliki, lebih memilihkan anak dengan program studi lainnya. Akhirnya orang tua dan anak tidak memiliki titik temu, apa yang terjadi ? Program studi bukan pilihan si anak, sekolah tetap berjalan.

Banyak kita dapati kasus serupa yang terjadi di masyarakat tentang tidak bertemunya keinginan anak dengan orang tua. Dalam hal ini berkaitan dengan pendidikan sebagai proses memilih. Terjadinya proses pemilihan ini diakibatkan karena banyaknya pilihan-pilihan serta alternatif yang ditawarkan oleh lingkungan. Apa yang kita lakukan, bagaimana cara melakukan dan apa dasar kita melakukan bila ditata sedemikian rupa akan membantu kita untuk tidak terjebak pada proses pemilihan yang kompleks dan rumit. Khususnya mengapa kita harus memilih, maka faktor pendorong dalam hal ini disebut dengan motivasi adalah hal penting. Jadi hal yang menyebabkan kita untuk melakukan kegiatan, memilih satu tindakan apalagi keputusan disebut dengan motivasi.[1]

Mengingat pentingnya sebuah motivasi bagi seseorang, maka di dalam makalah ini akan dibahas mengenai motivasi dan hal-hal yang berkaitan dengan motivasi dalam perannya pada proses pembelajaran. Makalah ini selain sebagai kewajiban tugas kelompok yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah psikologi pendidikan, juga mempunyai tujuan untuk memberikan pemahaman kepada pembaca umumnya dan pemakalah khususnya mengenai motivasi serta peran-perannya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran siswa di sekolah. 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian motivasi ?
2.      Bagaimana dan apa pengendalian motivasi ?
3.      Apa unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar ?
4.      Apa peran dan fungsi motivasi untuk belajar dan berprestasi ?
5.      Bagaimana pembelajaran yang mendayagunakan motivasi ?
 
PERAN MOTIVAS DALAM PEMBELAJARAN
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Motivasi

Menurut Gleitman yang dikutip oleh Mahmud, pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme – baik manusia ataupun hewan – yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.[2] Sedangkan menurut Sumadi Suryabrata, motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai sesuatu tujuan.[3] Dalam hal ini motif bukanlah hal yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu yang dapat kita saksikan.

Mc Donald dalam Wasty Soemanto, memberikan pengertian motivasi yakni, suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan.[4]

Purwanto mengemukakan bahwa motif ialah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu.[5] Selain itu, Ahmad Thonthowi, juga mengemukakan bahwa tindakan belajar yang bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan belajar yang dilakukan oleh anak didik yang didorong oleh kebutuhan yang dirasakannya, sehingga tindakan itu tertuju ke arah suatu tujuan yang diidamkan.[6]
 
Menurut Santrock dalam Mardianto, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang termotivasi adalah  perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.[7]
 
Mardianto, memberikan tiga kata kunci yang dapat diambil dari pengertian psikologi, yakni : 1) dalam motivasi terdapat dorongan yang menjadikan seseorang mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan, 2) dalam motivasi terdapat satu pertimbangan apakah harus memprioritaskan tindakan alternatif, baik itu tindakan A atau tindakan B, 3) dalam motivasi terdapat lingkungan yang memberi atau menjadi sumber masukan atau pertimbangan seseorang untuk melakukan tindakan pertama atau kedua.[8]

Jadi, dari seluruh pengertian motivasi di atas, pemakalah mengambil kesimpulan bahwa pengertian motivasi ialah sebuah gejala-gejala atau reaksi-reaksi yang terdapat di dalam diri seseorang yang terwujud menjadi sebuah dorongan yang mendasari seseorang tersebut untuk melakukan sesuatu dalam mengambil sebuah tindakan atau perilaku untuk mencapai tujuan.

B.     Macam-macam Motif/Motivasi

Woodworth dalam Purwanto, menggolongkan/membagi motif-motif menjadi tiga golongan, yakni[9] :
  1. Kebutuhan-kebutuhan organis, yakni motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan bagian dalam dari tubuh.
  2.  Motif-motif darurat, yakni motif-motif yang timbul jika situasi menuntut timbulnya tindakan kegiatan yang cepat dan kuat dari kita. Dalam hal ini timbul akibat danya rangsangan dari luar. 
  3. Motif objektif, yakni motif yang diarahkan/ditujukan kepada suatu objek atau tujuan tertentu disekitar kita. Motif ini timbul karena adanya dorongan dari dalam diri kita.
Sumadi Suryabrata juga membedakan motif menjadi dua, yakni motif-motif ekstrinsik dan motif-motif intrinsik.[10]
  1. Motif ekstrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsinya karena adanya perangsangan dari luar, misalnya orang belajar giat karena diberi tahu bahwa sebentar lagi akan ada ujian, orang membaca sesuatu karena diberi tahu bahwa hal itu harus dilakukannya sebelum ia dapat melamar pekerjaan, dan sebagainya.
  2. Motif intrinsik, yaitu motif-motif yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Memang dalam diri individu sendiri telah ada dorongan itu. Misalnya orang yang gemar membaca tidak usah ada yang mendorongnya telah mencari sendiri buku-buku untuk dibacanya, orang yang rajin dan bertanggung jawab tidak usah menanti komando sudah belajar secara sebaik-baiknya.
C.    Teori-teori Motivasi

Terdapat beberapa teori motivasi menurut para ahli yang dikemukakan oleh Purwanto di dalam bukunya Psikologi Pendidikan, yaitu[11]
  1. Teori Hedonisme. Hedone adalah bahasa Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi. Menurut pandangan hedonisme, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan.
  2. Teori Naluri. Pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok yang dalam hal ini disebut juga naluri, yaitu : 1) dorongan nafsu (naluri) mempertahankan diri, 2)  dorongan nafsu (naluri) mengembangkan diri, 3) dorongan nafsu (naluri) mengembangkan dan mempertahankan jenis. Kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku manusia yang diperbuatnya sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh ketiga naluri tersebut. Menurut teori ini, untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan. 
  3. Teori Reaksi yang Dipelajari. Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini apabila seorang pemimpin ataupun seorang pendidik akan memotivasi anak buah atau anak didiknya, pemimpin ataupun pendidik itu hendaknya mengetahui benar-benar latar belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya. 
  4. Teori Kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh karena itu, menurut teori ini, apabila seorang pemimpin bermaksud memberikan motivasi kepada seseorang, ia harus berusaha mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan-kebutuhan orang yang akan dimotivasinya. Abraham Maslow, mengemukakan adanya lima tingkatan kebutuhan pokok manusia, yaitu 1) kebutuhan fisiologis, 2) kebutuhan rasa aman dan perlindungan, 3) kebutuhan sosial, 4) kebutuhan penghargaan, 5) kebutuhan aktualisasi diri.
D.    Pengendalian Motivasi

            Bila kita memiliki pengetahuan yang cukup, keterampilan yang memadai, serta kemampuan mengenal diri secara baik, maka kita dapat menentukan sendiri apa yang harus dilakukan. Motivasi pada diri kita akan menjadi bagian dari kehidupan kita untuk melakukan, mengembangkan serta mengendalikan diri mau kemana kita akhirnya. Dalam mengenal diri pada anak usia sekolah, memberikan pengertian tentang hal-hal yang harus dilakukan, dipilih dan dihindari harus diberikan pada anak usia sekolah. Ini adalah bagian dari pekerjaan memotivasi anak untuk melakukan sesuatu yang tepat untuk dirinya. Karena motivasi ini sangat berfungsi bagi kegiatan anak itu sendiri.[12]

Bila satu tindakan memang akan memberi manfaat baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, maka hal itu pantas dilakukan. Pertimbangan-pertimbangan seperti inilah yang harus diberikan pada anak ketika ia ingin melakukan sesuatu. Pada bagian berikutnya bahwa tindakan atau perbuatan yang akan dilakukan itu berisiko pada perbuatan berikutnya, apakah itu untuk menjadikan diri menjadi pintar, menjadi orang terkenal, atau menjadi berprestasi dalam belajar, maka pertimbangan-pertimbangan ini harus diberikan disampaikan kepada anak sebelum ia menentukan kemana arah tindakan yang ia lakukan. Dan terakhir adalah berbagai kemungkinan untuk melakukan tindakan harus disusun, dibuat plihan-pilihan, dan pada gilirannya cari tindakan yang mungkin untuk dilakukan, pertimbangan norma. Kegiatan menyeleksi perbuatan yang akan dilakukan sangat penting, khususnya melihat risiko yang akan terjadi, apakah itu risiko negatif atau juga kemungkinan kebaikan yang akan diperoleh.[13]

Mengendalikan tindakan itu berarti membekali diri dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang pada gilirannya mampu memberi pertimbangan sendiri apa yang harus dilakukan. Beberapa tahapan yang juga harus dipertimbangkan dalam mengambil tindakan ini disebut dengan proses yang menggambarkan motivasi itu berperan dalam diri kita. Proses motivasi itu ada tiga langkah, yaitu[14] :
  1. Adanya suatu kondisi yang terbentuk dari tenaga-tenaga pendorong (desakan, motif, kebutuhan dan keinginan) yang menimbulkan suatu ketegangan atau tension. 
  2. Berlangsungnya kegiatan atau tingkah laku yang diarahkan kepada pencapaian sesuatu tujuan yang akan mengendalikan atau menghilangkan ketegangan. 
  3. Pencapaian tujuan dan berkurangnya atau hilangnya ketegangan.
Pada setiap proses tersebut, seseorang harus selalu diberi kondisi yang baik, artinya ia jangan sekali-sekali melakukan sesuatu atas dasar tekanan, atau tuntutan yang berlebihan. Suasana yang nyaman, dengan cara seperti itu motivasi dapat dikelola dikendalikan dan diarahkan sesuai dengan yang diinginkan oleh pendidik, oleh orang tua, oleh lingkungan dan sesungguhnya untuk masa depan anak itu sendiri.[15]

Thonthowi mengemukakan bahwa berdasarkan penelitan-penelitian menunjukkan, bahwa sukses belajar tidak hanya tergantung pada intelegensi si anak, melainkan tergantung pada banyak hal, diantaranya motif-motifnya. Oleh karena itu upaya menimbulkan tindakan belajar yang bermotif sangat penting. Seperti telah kita ketahui, latar belakang motif terutama adalah adanya kebutuhan yang dirasakan oleh anak didik. Maka menyadarkan si anak didik terhadap kebutuhan yang diperlukan berarti menimbulkan motif belajar anak.[16]

E.     Unsur-unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

       Motivasi belajar merupakan segi kejiawaan yang mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan psikologis siswa. Dimyati dan Mudjiyono memngemukakan beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi dalam belajar, yakni[17] :
  1. Cita-cita dan Aspirasi Siswa. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar siswa baik intrinsik maupun ekstrinsik. Sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri. 
  2. Kemampuan Siswa. Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan dalam pencapaiannya. Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
  3. Kondisi Siswa. Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Seorang siswa yang sedang sakit, akan mengganggu perhatian belajar. Sebaliknya, seseorang siswa yang sehat, akan mudah memusatkan perhatian dalam belajar. 
  4. Kondisi Lingkungan Siswa. Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan kehidupan bermasyarakat. Kondisi lingkungan sekolah yang sehat, lingkungan yang aman, tenteram, tertib, dan indah, akan meningkatkan semangat motivasi belajar yang lebih kuat bagi para siswa.
F.     Fungsi dan Peran Motivasi dalam Belajar

Belajar dilakukan dengan niat yang benar, dilaksanakan dengan baik, dan mencapai hasil atau prestasi yang gemilang, adalah sebuah harapan yang diinginkan oleh semua orang, semua anak sekolah. Untuk mencapai hal tersebut, maka ada tiga bagian penting seperti yang dikemukakan Mardianto dalam bukunya Psikologi Pendidikan, yakni : pertama, niat yang baik, artinya ia dengan niat yang benar, berarti ia belajar memang dilakukan dengan sepenuh hati, bukan karena diperintah, bukan karena dijadwal, atau karena dihukum. Kedua, belajar dilaksanakan dengan baik, maka seorang anak akan melakukan belajar dengan usaha-uasaha yang dapat dilakukan oleh semua orang, tidak curang, tidak merugikan orang lain. Ketiga, mencapai hasil yang gemilang, bahwa dengan belajar akan memperoleh hasil, hasil yang diperoleh benar-benar adalah disebabkan kegiatan belajar bukan karena yang lain.[18]

Ketiga rangkaian di atas, dapat dilakukan oleh seorang anak sekolah, bila ia diberitahu sejak awal tentang pentingnya belajar dalam kehidupan ini. Dengan cara seperti itu maka ia akan melakukan berniat belajar memang dalam dirinya, kemudian melakukan kegiatan belajar sesuai apa yang diperintahkan, dan tujuan belajar juga mencapai hasil belajar yang maksimal. Bila belajar telah diketahui sejak awal, apa yang mendasari kegiatan belajar, apa pula yang harus dilakukan dan apa tujuan belajar, maka hal ini akan memudahkan seseorang mengenal kegiatannya. Ada dua golongan motivasi dalam penggunaannya sebagai peran dalam pembelajaran, yakni[19] :
  1. Motif Primer. Atau motif dasar yang menunjukkan pada motif yang tidak dipelajari yang sering juga untuk ini digunakan istilah dorongan, baik itu dorongan fisiologis, maupun dorongan umum. 
  2. Motif sekunder menunjukkan kepada motif yang berkembang dalam diri individu karena pengalaman, dan dipelajari.
Hasil belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi. Motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa. Motivasi bertalian dengan suatu tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut,Winansih memberikan tiga fungsi motivasi, yaitu[20] :

  1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan. 
  2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 
  3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisih perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Demikian pula apabila seorang anak mengetahui bahwa rangkaian dari niat belajar yang baik, dilakukan dengan baik pula maka ia akan mencapai prestasi yang gemilang. Harus dicatat, tidak ada motivasi memberi alternatif yang tepat apabila dibalik, bahwa prestasi adalah menjadi motivasi belajar bagi anak. Bila ini terjadi maka motivasi akan memberikan kepuasan sesaat dan bukan permanen sebagaimana yang diinginkan dalam hukum belajar.[21]

G.    Pembelajaran yang Mendayagunakan Motivasi

Bila anak belajar dengan semangat yang tinggi, tanpa diperintah ia telah melakukan belajar sendiri, baik di rumah, di sekolah, pada waktu istirahat, maka pendidik atau guru selalu menggambarkan inilah anak sekolah yang baik. Bagaimana itu semua dapat terjadi, seorang pengajar biasanya hanya memberikan rangsangan-rangsangan sehingga anak mau belajar, tetapi seorang pendidik yang benar maka ia akan mendalami bagaimana dunia anak, dan menjadikan anak belajar tanpa beban tetapi atas dasar dorongan dari dirinya sendiri.[22]

Kedudukan motivasi dalam belajar tidak hanya memberikan arah kegiatan belajar secara benar, lebih dari itu dengan motivasi seseorang akan mendapat pertimbangan-pertimbangan positif dalam kegiatannya termasuk kegiatan belajar. Motivasi merupakan hal yang sangat penting dalam belajar adalah sebagai berikut[23]:
  1. Motivasi memberikan semangat seorang pelajar dalam kegiatan-kegiatan belajarnya. 
  2. Motivasi-motivasi perbuatan sebagai pemilih dari tipe kegiatan dimana seseorang berkeinginan untuk melakukannya.
  3. Motivasi memberikan petunjuk pada tingkah laku.
Winansih mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran, guru dan murid keduanya terlibat dalam motivasi keberhasilan belajar sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Motivasi tidak hanya penting bagi guru sebagai motivator tetapi murid sebagai subjek dan sekaligus objek pendidikan juga penting. Tugas guru ialah memotivasi belajar siswa demi tercapainya tujuan yang diharapkan, serta memperoleh tingkah laku yang diinginkan. Adapun pentingnya motivasi bagi guru adalah sebagai berikut[24] :
  1. Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil; membangkitkan bila siswa tidak bersemangat; meningkatkan, bila siswa belajar timbul tenggelam; memelihara, bila semangatnya telah kuat untuk mencapai tujuan belajar. 
  2. Mengetahui dan memahami keragaman motivasi di kelas; oleh karenanya guru harus mampu menggunakan strategi mengajar yang tepat.
  3. Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih keragaman peran seperti sebagai penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah atau pendidik. Peran paedagogis tersebut sudah barang tentu sangat sesuai dengan perilaku siswa. 
  4. Memberi peluang guru untuk “unjuk kerja” rekayasa paedagogis. Tugas guru adalah membuat siswa belajar sampai berhasil. Tantangan profesionalnya justru terletak pada “mengubah” siswa tak berminat menjadi bersemangat belajar.
    Sedangkan pentingnya motivasi bagi murid adalah sebagai berikut[25] :
  1. Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir. 
  2. Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya; sebagai ilustrasi, jika terbukti usaha belajar siswa belum memadai, maka ia berusaha setekun temannya yang belajar dan berhasil.
  3. Mengarahkan kegiatan belajar, sebagai ilustrasi, setelah ia ketahui bahwa dirinya belum belajar serius, maka ia akan mengubah perilakunya dalam belajar. 
  4. Membesarkan semangat dalam belajar; sebagai ilustrasi jika ia menghabiskan dana belajar dan masih ada adik yang dibiayai orang tua, maka ia berusaha agar ia cepat lulus.
  5. Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja yang berkesinambungan. Individu dilatih untuk menggunakan kekuatan sedemikian rupa sehingga dapat berhasil.
Kerapkali kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang tertentu kurang disadari oleh anak, sehingga guru atau sekolah harus membuat tujuan sementara atau buatan. Sebagai contoh, guru atau sekolah tentu ingin mengarahkan belajar ke tujuan yang tertentu dan untuk itu diperlukan adanya peningkatan aktivitas belajar anak. Tetapi usaha peningkatan itu tidaklah mudah, maka diciptakanlah tujuan buatan (artificial). Misalnya, sekolah membuat peraturan bahwa bagi siswa terbaik akan diberi penghargaan menjadi bintang sekolah. Lalu seluruh murid berlomba-lomba belajar untuk mendapatkan gelar tersebut karena merasa butuh akan penghargaan. Maka tindakan belajar mereka sudah merupakan tindakan yang bermotif. Bagi pihak sekolah pemberian penghargaan bagi siswa berprestasi bukanlah tujuan yang hakiki, melainkan sebagai alat untuk menimbulkan tindakan belajar yang bermotif, yang dengan faktor tersebut, diharapkan akan tercapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.[26]

Sekali lagi seorang pendidik dengan bekal psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi perkembangan juga psikologi belajar, maka ia akan menjadikan anak sebagai bagian dari kehidupan yang memiliki dunianya sendiri. Berangkat dari hal tersebut, pendidik akan merancang pembelajaran berdasarkan apa kebutuhan anak, hal ini untuk menyelaraskan perkembangan jiwa anak dengan materi pembelajaran. Pendidikan mengelola materi dengan kemasan yang menyenangkan, agar anak merasa bahwa apa yang dipelajarinya adalah bagian dari kehidupannya. Pendidikan akan mengembangkan strategi sesuai dengan kondisi psikologis anak, hal ini ditujukan agar anak nyaman dan senang mengikuti kegiatan belajar sampai berakhir. Seorang pendidik akan mengembangkan alat evaluasi sesuai dengan tingkat perkembangan anak, hal ini yang menjadikan anak belajar tidak terbebani dengan apa yang harus dimiliki diperoleh dan dikuasai.[27]

Guru-guru sering menggunakan insentif untuk memotivasi murid-murid agar berusaha mencapai tujuan yang diinginkan. Insentif, apapun wujudnya akan berguna hanya apabila insentif itu mewakili tujuan yang akan dicapai yang kiranya memenuhi kebutuhan psikologis murid-murid. Konsekuensinya guru harus kreatif dan imajinasinya di dalam menggunakan insentif untuk memotivasi anak agar berusaha mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.[28]

Hal terakhir yang penting untuk diketahui tentang motivasi ialah bahwa pada dasarnya motivasi intrinsik lebih kuat dan lebih baik daripada motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu, guru haruslah mampu membangun motivasi intrinsik pada diri para siswa atau murid. Jangan hendaknya anak mau belajar dan bekerja hanya karena takut dimarahi, dihukum, mendapat angka merah, atau takut tidak lulus dalam ujian.[29] Tetapi, buatlah anak tersebut agar ia belajar karena keikhlasan hatinya. Sehingga, akan muncul hasil yang positif dari hasil usaha belajar yang dilakukannya.
Gage dan Berliner dalam Winansih, menyarankan sejumlah cara meningkatkan motivasi siswa tanpa harus melakukan reorganisasi kelas secara besar-besaran, yaitu[30] :
  1. Pergunakan pujian verbal 
  2. Pergunakan tes dalam nilai secara bijaksana 
  3. Bangkitkan rasa ingin tahu siswa dan keinginannya mengadakan eksplorasi 
  4. Untuk tetap mendapatkan perhatian
  5. Merangsang hasrat siswa untuk belajar
  6. Mempergunakan materi-materi yang sudah dikenal sebagai contoh agar siswa lebih mudah memahami bahan pengajaran
  7. Terapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang unik dan luar biasa agar siswa menjadi lebih terlibat
  8. Minta kepada siswa untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya 
  9. Pergunakan simulasi dan permainan
  10. Perkecil daya tarik sistem motivasi yang bertentangan 
  11. Perkecil konsekwensi yang tidak menyenangkan dari keterlibatan siswa
  12. Pengajar perlu memahami dan mengawasi suasana sosial dilingkungan sekolah 
  13. Pengajar perlu memahami hubungan kekusaan antara guru dan siswa.

BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
  1. Motivasi ialah sebuah gejala-gejala atau reaksi-reaksi yang terdapat di dalam diri seseorang yang terwujud menjadi sebuah dorongan yang mendasari seseorang tersebut untuk melakukan sesuatu dalam mengambil sebuah tindakan atau perilaku untuk mencapai tujuan. 
  2. Motivasi pada diri kita akan menjadi bagian dari kehidupan kita untuk melakukan, mengembangkan serta mengendalikan diri mau kemana kita akhirnya. Mengendalikan tindakan itu berarti membekali diri dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang pada gilirannya mampu memberi pertimbangan sendiri apa yang harus dilakukan. 
  3. Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah cita-cita dan aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi siswa, dan kondisi lingkungan siswa. 
  4. Ada dua golongan motivasi dalam penggunaannya sebagai peran dalam pembelajaran, yakni : motif primer, motif sekunder. Terdapat tiga fungsi motivasi, yaitu: mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan, menyeleksi perbuatan. Motivasi berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. 
  5. Kedudukan motivasi dalam belajar tidak hanya memberikan arah kegiatan belajar secara benar, lebih dari itu dengan motivasi seseorang akan mendapat pertimbangan-pertimbangan positif dalam kegiatannya termasuk kegiatan belajar. 
B.     Saran
  1. Sebagai mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam, ada baiknya kita mengetahui lebih dalam tentang peran motivasi dalam belajar. Artinya, sebelum kita memberikan motivasi kepada orang lain, kita harus mampu memotivasi diri kita sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Dimyati, and Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Mahmud. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Mardianto. Psikologi Pendidikan. Medan: Perdana Publishing, 2012.
Purwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998.
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Thonthowi, Ahmad. Psikologi Pendidikan. Bandung: Angkasa, 1993.
Winansih, Varia. Psikologi Pendidikan. Medan: La Tansa Pers, 2009.


[1] Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2012), hal. 186.
[2] Mahmud, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 100.
[3] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 70.
[4] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal. 191.
[5] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 60.
[6] Ahmad Thonthowi, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1993), hal. 68.
[7] Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2012), hal. 186.
[8] Ibid.
[9] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 64.
[10] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 72-73.
[11] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 74-77.
[12] Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2012), hal. 187.
[13] Ibid., hal. 188.
[14] Ibid., hal. 189.
[15] Ibid.
[16] Ahmad Thonthowi, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1993), hal. 72.
[17] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 97-99.
[18] Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2012), hal. 190.
[19] Ibid., hal. 191.
[20] Varia Winansih, Psikologi Pendidikan, (Medan: La Tansa Pers, 2009), hal. 111.
[21] Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2012), hal. 192.
[22] Ibid.
[23] Ibid., hal. 193.
[24] Varia Winansih, Psikologi Pendidikan, (Medan: La Tansa Pers, 2009), hal. 113.
[25] Ibid., hal. 114.
[26] Ahmad Thonthowi, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1993), hal. 73.
[27] Mardianto, Psikologi Pendidikan, (Medan: Perdana Publishing, 2012), hal. 194.
[28] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal. 200.
[29] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hal. 82.
[30] Varia Winansih, Psikologi Pendidikan, (Medan: La Tansa Pers, 2009), hal. 115-116.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar